Minggu, 27 Juli 2008

Tulisan Bosku

Tulisan ini aku ambil dari bloogspot Bang Aat, atasanku di kantor. Tulisan ini sangat luar biasa dan punya nilai penghayatan luar biasa buat orang yang luar biasa. Maaf ya boz, aku pajang dalam blogku,...



Tuhan, Malaikat dan Wartawan

SEMUA orang mempunyai pengetahuan tentang hidup.Tapi yang paling tahu hanya tiga, yakni Tuhan, malaikat dan wartawan. Tuhan dan malaikat, mau apa saja biarkan.Tapi
para wartawan, sesekali bolehlah kita perbincangkan. Supaya imbang. Jangan mereka
saja yang tiap hari mempergunjingkan dan menggosipkan orang.

Tetapi perbincangan kita tentang wartawan akan saya bikin sedemikian rupa sehingga timbul kesan bahwa wartawan itu baik, jujur dan pekerja keras. Soalnya Saya sendiri seorang wartawan. Kalau ditengah perbincangan nanti ada perkembangan yang bisa merugikan wartawan, tentu akan saya coba belokkan, atau bahkan saya stop sama sekali. Hanya orang tolol yang memamerkan boroknya sendiri. Hanya manusia dungu yang membuka-buka auratnya di depan orang lain.
Tuhan mengetahui apa saja, malaikat mencatat segala peristiwa, dan wartawan bukan
hanya sekedar tahu ada peristiwa pengguntingan pita. Wartawan bukan hanya sekedar mengerti teknik wawancara yang terencana. Lebih dari itu, wartawan tahu persis jumlah korupsi seorang pejabat.Wartawan tahu tanah yang dikosongkan penduduk itu akan dikapling untuk proyek apa.Wartawan tahu berapa korban yang sebenarnya dalam sebuah letusan peristiwa.Wartawan tahu skneario-skenario apa saja yang disembunyikan dari mata masyarakat.Wartawan tahu berapa lama lagi akan terjadi devaluasi atau kapan persisnya seorang raja akan turun takhta.Dan yang terpenting dari semua itu, wartawan tahu secara mendetail setiap pori tubuh bintang-bintang film tertentu-saya ulangi, bintang-bintang film tertentu-dalam keadaan sangat jujur dan penuh keterbukaan. Foto-foto tubuh yang inocent, tanpa tedeng aling-aling. Baik yang diambil di lokasi alam, di ranjang kamar, diatas wastafel, atau sedang bercengkerama dengan kuda.
Saya buka rahasia yang sebenarnya bukan rahasia ini dengan maksud agar para bintang film lain yang serius berpikir untuk membersihkan citra korps bintang film dari ideologi buka aurat yang makin merajalela. Kalau kelak tak ada lagi wanita yang bersedia difoto dengan pose penuh kejujuran tubuh, terus terang mata pencarian
saya akan jauh berkurang.Tidak apa-apa.Demi masyarakat kita yang beradab, saya rela berkorban. Jer basuki mawabea.Toh saya sudah punya banyak koleksi foto-foto jujur.
Dan lagi aslinya saya bukanlah wartawan porno.
Saya ini wartawan politik. Dulunya, waktu belajar, saya ini wartawan kesenian.Itu paling gampang.Kemudian saya beralih menjadi wartawan bidang kriminal dan hukum.Ada tahun-tahun saya mengkhususkan diri sebagai wartawan KB dan kelompencapir,
namun kemudian saya memilih jadi wartawan politik saja.
Kenapa? Karena dunia politik selalu amat penuh kesopanan dan tata krama. Sangat menyenangkan. Sopa, artinya politik selalu berpakaian rapih, pakai parfum, dan
segala macam kosmetik. Kalau mulut bau karena jarang sikatan bisa pakai alat tertentu sehingga mulut jadi harum. Kalau tubuh berpanu atau berkadas, bisa dilulur sedemikian rupa sehingga kulit menjadi semulus kulit Meryl Streep atau Ida
Iasha. Pokoknya segala cacat bisa ditutupi. Bau mulut politik, bibir politik, telah ditampilkan dengan berbagai macam parfum dan kosmetika politik sehingga lebih indah dari warna aslinya.
Kalau pada suatu hari ada bisul yang meletus, wartawan akan diberi tugas-lewat telepon-untuk menutupi bisul itu dengan block tinta hitam.Kalau tidak, saya akan
kehilangan eksistensi sebagai wartawan, dan sekian ribu karyawan perusahaan kami juga kehilangan kekaryawanannya. Dan anehnya, kalau kita kehilangan pekerjaan, asap dapu kita jadi terancam.Mbok ya ya kalau tidak kerja itu tetap punya duit gitu loch.Ternyata saya ini pada hakikatnya memang kurang sanggup menghargai kesopanan.Oleh semua itu saya tidak kerasan. Saya ingin menjelalajahi dunia yang penuh dengan kejujuran, keterbukaan tanpa tabir, tanpa tedeng aling-aling. Dan itu saya jumpai dalam dunia glamor sebagai artis-artis. Sebagian lho…sebagaian. Dunia dimana kain menjadi sangat mahal, sehingga ada bintang yang hanya mampu membeli celana dalam
dan bra atau bahkan ada yang tidak bisa membeli apa-apa sama sekali.
Memang di negeri yang ber-KeTuhanan Yang Maha Esa ini kita tak mungkin menerbitkan majalah macam Penthouse atau Playboy. Tapi dalang tak pernah kekurangan lakon. Kita tahu bagaimana mem-playboy- kan media massa dengan cara yang lebih canggih. Cover tak usah telanjang betul, asal merangsang, langsung kita bikin judul yang mlayboy: Bukan panjang pendeknya tapi teknik mainnya. ” Ternyata, masyarakat umum juga amat mendambakan keterbukaan. Masyarakat benci kemunafikan. Maka media massa yang penuh rahasia-rahasia, laku keras. Ditambah dengan maki bodohnya masyarakat modern, buku dan majalah pun harus mengajari mereka bagaimana cara bersenggama yang baik, bagaimana caranya supaya tidak kecelakaan, bagaimana
melakukan penyelewengan secara canggih dan terjaga efek-efeknya, atau memberi keyakinan kepada pemuda-pemudi bahwa keperawanan bukanlah sesuatu yang mutlak.Dalam
hal ini saya telah mewawancarai sejumlah dokter, psikiater, pedagog, pastor dan Kiai.Orang bahkan penasaran terhadap suatu teori yang menyarankan agar lelaki jangan tergantun pada orgasme. Seorang pakar memberi contoh ada seorang nabi yang sanggup melakukan dua belas kali persenggamaan secara runtut tanpa mengalami orgasme.
Teori ini mengatakan bahwa lelaki harus menang melawan kebutuhan orgasme.lelaki bisa lebih besar dibandingkan dengan orgasme.
Akan tetapi di hari-hari terakhir ini saya di bikin pusing oleh sesuatu hal. liputan-liputan gaya play boy melayu sudah hampir mencapai titik jenuh pasar.Maka pemimpin redaksi saya memberi instruksi agar saya melakukan wawancara langsung dengan mahluk yang bernama seks.Ya, seks itu sendiri.Bukan seorang lelaki bukan seorang wanita.
Kalau mewawancarai presiden atau gubernur, jelas birokrasinya. tapi mewawancarai
seks? Dimana gerangan seks berada? Sudah tiga bulan terus menerus saya melacaknya. Saya sudah capek, sehingga tinggal sisa tenaga sedikit saja untuk melaporkan kepada Anda. Seks itu mahluk ciptaan Tuhan. Sudah pasti.tapi apakah untuk mengetahui seks, saya mesti mempelajari filsafat seks atau seks filosofi? Saya tidak mau dibikin puyeng oleh agama seks atau seks yang religius.Tapi kata para wali dulu, seks
itu memang religius, karena merupakan sendi utama regenerasi sejarah, merupakan
manifestasi dari kerinduan Tuhan itu sendiri.Tuhan menciptakan manusia agar
dipandang, didekati dan dicintai oleh manusia ciptaan-Nya. Seks yang tidak religius hanya terjadi pada manusia yang melakukan seks hanya demi dan untuk kepuasan hewaninya belaka.
Itu betul semua. Tapi mana ada koran bisa laku kalau isinya filsafat dan agama? tidak. Saya tak bakalan mewawancarai seorang filsuf atau pakar agama.Saya, dalam rangka melacak seks, langsung saja berangkat ke lokasi pelacuran. Bursa seks.
Namun, ketika saya tanya tentang seks, pelacur itu menjawab, Wah, saya tidak tahu Mas. Disini saya mencari makan. “Dan para lelaki hidung belang itupun menjawab secara kurang memuaskan.”saya memang mencarinya terus dengan jalan bersenggama disini hampir tiap hari.Tapi yang saya jumpai hanya orgasme. Hanya ekstase.Kalau saya ketemu sama seks, untuk apa saya terus-terusan ke pelacur begini??
Kemudian di losmen-losmen penyelewengan alias wisma skandal, dimana mahasiswa-mahasiswi atau pegawai pria dan wanita berseragam suka menyewa kamar satu dua
jam, saya juga memperoleh jawaban yang mengecewakan, “Gini loh, Mas.Kalau Saya sedang sendiri, saya begitu tergoda oleh seks.Tapi kalau sudah berdua di kamar, paling jauh yang saya jumpai adalah diri kami kami sendiri yang berubah
menjelma menjadi kuda atau kera yang bergumul telanjang. Selebihnya, rasa dosa yang kami simpan diam-diam.
Akhirnya, saya pulang dengan putus asa. Saya katakan kepada pemred saya, “Pak, jawaban mereka sangat lucu. Mereka bersenggama, tapi mengaku tak tahu seks.Lha
apa beda antara bersenggama dengan seks?” “Lho sangat berbeda,” kata pemred
saya,”Persenggamaan
itu sekedar alat, atau cara, atau tarekat, untuk mencari
dan menemukan seks.Seks itu suci. Seks itu tinggi derajatnya.Dan derajat kesucian seks tidak mungkin kamu jumpai di kopel-kopel pelacuran, di losmen penyelewengan
atau wisma skandal, juga tidak di kamar-kamar kost kumpul kebo.”
“Ruwet,Pak! kata saya “Karena kamu sukanya bersenggama, tapi salah
paham terhadaps seks. Kamu menyamakan persenggamaan dengan seks seperti menyamakan sembahyang dengan Tuhan, atau perkawinan dengan kebahagian, atau nasi dengan rasa
kenyang. Kalau kamu sudah tiba di kebahagiaan, perkawinan tak dibutuhkan. Kalau
kamu sudah tinggal di Tuhan, kendaraan sembahyang tak diperlukan. Kalau kamu sudah bersemayam di dalam seks, persenggamaan tak dibutuhkan.
“Kalau begitu,” kata saya jengkel, “biarlah saya tak pernah tiba pada seks…!”

Cinta kepada harta artinya baqhil,
cinta kepada perempuan artinya alami,
cinta kepada diri artinya bijaksana,
cinta kepada mati artinya hidup
dan cinta kepada Tuhan artinya Taqwa.

Oleh: Emha Ainun Nadjib


Wartawan Bodong

CUKUP banyak cap negatif seorang wartawan. Mulai dari wartawan bodrek (bisa bikin sakit kepala?) wartawan tanpa surat kabar (WTS) wartawan gadungan, wartawan bodong, wartawan CNN (cuma nengok-nengok) wartawan tempo (tempo-tempo terbit, tempo-tempo tidak) dan wartawan amplop.

Ada lagi? Kini berkembang pula julukan wartawan copy paste dan wartawan kloning. Atau fotografer bingkai dot.com, yakni setelah jepret sana sini, lalu menjual foto tersebut kepada pengusaha atau pejabat yang terekam dalam foto tersebut.
Kalau di jakarta ada wartawan infotainment, di Batam ada wartawan antar pulau. Maksudnya, ngaku-ngaku wartawan, bikin ulah di Batam, lalu menyeberang ke Tanjungpinang atau Tanjungbalai Karimun. Mereka keliling pulau-pulau di Kepulauan Riau.
Sejak reformasi, koran, majalah dan tabloid serta televisi, tumbuh bak jamur di musim hujan. Akibatnya bisa ditebak. Jumlah wartawan bodong makin banyak. Muncul lebih 2.000 penerbitan. Lalu, satu persatu mati. Tahun 2007, tinggal 826 media cetak. Itupun,hanya 30 persen yang sehat secara bisnis.
Organisasi wartawan pun marak. Sebelumnya hanya ada Persatuan Wartawan Indonesia sebagai wadah tunggal, muncul lebih 40 organisasi wartawan. Sebab,orang bebas bikin koran dan membentuk organisasi wartawan. Tahun 2006, hanya tiga organisasi yang lolos verifikasi Dewan Pers, yakni PWI,AJI dan IJTI.
Jadi, wartawan jadi banyak. Bukan hanya dua seperti Nagabonar. Nah, yang banyak itulah sebagian jadi bodong. Ada karena korannya tutup, tapi masih punya kartu pers, ya ngakunya wartawan. Ada yang dulunya loper, agen, preman, bahkan supir, ngakunya wartawan. Para bodong itu, tidak hanya muncul dari Batam, juga berdatangan dari kota lain. Modalnya, kartu pers dan kartu nama. Kadang dilengkapi dengan surat tugas segala. Kalau ada berita kasus, mereka datang ”menggarap” narasumber. Muncullah istilah: kapal pecah, hiu kenyang. Wartawan bodong sudah menjadi ikan hiu.
Maraknya wartawan bodong lantaran Batam memang kota ”basah” dan banyak penyimpangan. Sejumlah pejabat korup, pengusaha hitam jadi sasaran empuk mereka. Malah, mafia-mafia judi, bos-bos hiburan malam dan bisnis lendir, memelihara wartawan bodong dengan cara memberi jatah tiap bulan.
Dengan modal gertak, datang ramai-ramai, mereka bisa dapat uang dengan mudah. Seorang pengusaha Singapura yang marah lantaran difoto tanpa izin, dijadikan bulan-bulanan. Uang yang diberikan pengusaha itu, dibagi ramai-ramai.
Begitu pula pejabat yang dianggap sumber uang. Mereka menyebutnya ”kapal gula.”
Berita sebuah karaoke di Sekupang membuat bosnya resah. Ia minta pada seorang wartawan agar mempertemukan dengan yang menulis berita. Ternyata, lain yang menulis, lain yang dibawa kesana. Keduanya ditraktir habis. Disuguhi minuman, uang dan wanita. Keesokan harinya, datang wartawan yang menulis berita itu. Pengusaha itu pening. Yang mana satu wartawannya?
Ada pula wartawan yang memboking cewek diskotek. Setelah dipakai, wartawan itu tak mau bayar. Malah, ia menakut-nakuti wanita muda itu dan mengeluarkan kartu nama. Jabatannya: Redaktur Pelaksana. Si perempuan,ternyata punya kenalan polisi. Ia melapor dan wartawan itu ditangkap dan dituduh memperkosa.
Di kota seperti Batam, siapa menyangka tercatat 526 orang wartawan. Baik yang beneran maupun yang bodong. Ketika judi ditutup, tempat hiburan makin sepi, wartawan bodong itu secara perlahan, hilang dari peredaran. Apakah yang bukan bodong tidak bermasalah?
Tidak juga. Ada wartawan yang punya media jelas, juga bertindak seperti wartawan bodong. Malah, sawerannya lebih besar. Jadi, ada wartawan baik, tapi bekerja di media yang tidak jelas. Ada media yang mapan, tapi mental wartawannya bobrok. Ya, sama saja.
Alasan klasik minta uang, mau pulang kampung, istri melahirkan, bikin buku, proposal kegiatan, atau menagih uang dari berita yang dikatakan advertorial. ”Dapat untung Rp2 juta sampai Rp5 juta sekali bikin koran, kan lumayan. Pendapatannya dari iklan tembak. Pokoknya, pasang saja, setelah terbit ditagih. Korannya? dibagikan gratis saja.
Namun, meski bodong daya penciuman dan jelajah wartawan bodong ini, hebat juga. Mereka tahu kasus-kasus dan berita panas tentang pejabat dan pengusaha. Masalahnya, borok pejabat seperti korupsi dan punya wanita simpanan, menjadi makanan empuk wartawan bodong.
Wartawan bodong ini sungguh bikin stres. Seorang pejabat humas, sampai mencret tiga hari lantaran ulah wartawan. Saat ia mau turun lift, dicegat empat orang wartawan bodong dan terang-terangan minta uang.
”Saya buka dompet dan bilang, uang saya hanya Rp180 ribu. Eh, bukannya kasihan, mereka malah merampas semua uang saya,” cerita pejabat humas itu. Ia kapok berurusan dengan wartawan. Ada pejabat yang ketika tahu dipindahkan ke bagian humas, langsung menepuk keningnya sambil berkata,” Alamak!.”
Biasanya, wartawan bodong ini, bangga jadi wartawan. Kemana-mana, pakai topi atau rompi bertuliskan: PERS dan mangkal berkelompok. Kadang di sebuah warung di Nagoya yang mereka sebut DPR (Di bawah Pohon Rindang) atau di kedai kopi, membahas berbagai isu dan masalah.
Kenapa mereka senang jadi wartawan, meski bodong? Mungkin karena dapat kemudahan tertentu, gampang dapat uang atau amplop, dan bisa dekat dengan pejabat atau pengusaha. Wartawan memang dikenal punya powerfull dan terkesan arogan.
Kadang, sedih juga dengan berbagai julukan miring terhadap wartawan. Padahal, konon dulu wartawan dihormati dan disegani serta dijuluki Ratu Dunia. Selain pintar, mereka berasal dari golongan menengah ke atas. Sekarang, masyarakat malah lebih pintar dari wartawan. Langganan beberapa majalah dan koran, punya uang dan akses terhadap informasi global dan berpendidikan.
Lalu, kita mau bilang apa? Tidak hanya wartawan yang menerima suap dan itupun nilainya relatif kecil. Anggota dewan yang terhormat,jaksa, pejabat juga terlibat korupsi. Benarlah kata proklamator kita. Korupsi di negeri ini sudah membudaya. ***




Ini kisah nyata seorang wartawan. Betapa seorang perempuan, nyaris menghancurkan karirnya, menipunya bertahun-tahun, dengan modus yang langka. Kisah ini ditulis atas seizin wartawan bersangkutan. Namanya disamarkan. Sebut saja sang wartawan Fahri, dan perempuannya Aisha, seperti tokoh dalam film Ayat-Ayat Cinta.

Fahri memulai karirnya di Batam sebagai wartawan. Ia cukup bisa diandalkan. Beritanya sering menjadi headline. Dua tahun bekerja, ia berkenalan dengan seorang gadis di atas kapal, saat ia mudik dan kembali ke Batam. Aisha yang baru berkenalan dengan Fahri, mengaku kecopetan dan kehilangan uang. Fahri datang sebagai dewa penolong.
Singkat cerita, sampai di Batam mereka berpacaran, lalu beberapa bulan kemudian menikah. Sebelumnya, Aisha tinggal bersama orangtuanya di sebuah perkampungan nelayan. Setelah menikah, mereka mengontrak rumah. Berbulan-bulan kemudian, Aisha belum juga hamil. Sementara, Fahri sering pulang malam karena tugas liputan.
Agaknya, Aisha tidak siap menghadapi hari-hari sebagai istri wartawan. Beberapa kali mereka bertengkar. Aisha pergi ke rumah temannya, malah pernah kos di tempat lain.
Mereka sempat pisah ranjang beberapa bulan.
”Ia kembali lagi pada saya. Ternyata, istri saya mengaku hamil tiga bulan,” kata Fahri. Ia tidak tega menyia-nyiakan sang istri yang sedang mengandung anaknya. Ia menerima istrinya kembali kepadanya. Fahri makin sayang kepada istrinya. Kadang-kadang, ia ikut ke dokter memeriksa kandungan istrinya dan di USG. Tapi, Fahri tidak ikut masuk ke ruang periksa karena ia harus ke kantor.
Karena saya dan Fahri bertetangga, suatu malam istri saya bercerita, ia heran melihat Aisha yang menolak saat ingin mengelus perutnya yang sedang hamil. ”Bang, kok istri Fahri mengelak saat saya mengelus perutnya yang hamil, ya? kata istri saya. Saya langsung menegur,”Ah, tak usahlah ikut campur urusan orang lain,”kata saya.
Fahri dan Aisha yang belakangan juga pindah dan menjadi tetangga saya, akhirnya punya anak perempuan. Di rumah mereka, juga ikut tinggal dua saudara Fahri, satu perempuan dan satunya lelaki. Seperti biasa, karena tuntutan pekerjaan, Fahri sering pergi pagi pulang malam.
Nah, anak pertama mereka lahir saat Fahri sedang di rumah, usai makan sahur. Dengan alasan mau jalan-jalan pagi, Aisha pergi sendiri keluar rumah. Eh, paginya ternyata Aisha mengaku sudah melahirkan dan pergi sendirian ke rumah seorang bidan, sekitar 800 meter dari rumahnya.
Aisha pulang ke rumah membawa bayi yang masih merah, serta pakaian yang masih berlumur darah. Aisha bilang, ia diantar bidan dan bidannya langsung pergi. Fahri percaya saja dengan apa yang disampaikan istrinya. Beberapa hari kemudian, Aisha memperlihatkan akte kelahiran anak itu. ”Saat itu, saya yakin, itu anak saya,”kata Fahri, kepada saya.
Sampai anak tersebut berusia dua tahun, tidak ada masalah. Fahri amat sayang pada anaknya. Setahun kemudian, Aisha kembali melahirkan anak yang kedua. Lagi-lagi, ia melahirkan saat Fahri sedang bekerja dan tidak di rumah. Seperti wanita hamil lainnya, perut Aisha makin lama makin membesar.
Saat acara potong rambut memperingati kelahiran anak keduanya, tetangga di komplek
diundang ke musala. Seperti biasa, Fahri sedang tak di rumah. Aisha menyiapkan nasi kotak, dan keningnya dibubuhi parem, dan perutnya dililit stagen. Acara syukuran itu berjalan lancar, dan tak ada yang curiga, ada yang aneh dengan Aisha.
Sebenarnya, sejak kelahiran anak kedua, Fahri mulai curiga. Sebab, pada hari tertentu, anak tersebut dibawa pergi entah kemana. Aisha beralasan, dibawa ke rumah saudaranya. ”Saya mulai curiga, tapi tidak punya bukti,”kata Fahri.
Kecurigaan Fahri makin bertambah. Sebagai warga di komplek itu, ibu-ibu setiap bulan mengadakan arisan. Setiap bulan, Aisha selalu minta uang Rp500 ribu kepada Fahri untuk bayar arisan. Suatu hari, iseng-iseng Fahri bertanya, berapa uang arisan kepada ibu ketua arisan di komplek itu.
Fahri terkejut, saat diberitahu bahwa arisan hanya Rp50 ribu sebulan, dan itupun sudah berakhir. Ternyata, selama ini istrinya berbohong kepadanya. Bagai dibukakan mata hatinya, kecurigaan Fahri makin menjadi-jadi.
Malam itu juga, ia pergi ke rumah bidan tempat anak pertamanya dilahirkan.
”Jangan-jangan, itu bukan anak saya,” katanya. Mukanya pucat pasi, saat bidan yang ditanyainya mengaku, anak pertama Fahri yang sudah berusia dua tahun, bukan anak yang dilahirkan istrinya, tapi anak wanita lain!
Anak itu diberikan kepada istrinya, lalu wanita itu pulang ke Jawa. Kepada bidan itu, Aisha beralasan, ia ingin memiliki anak itu, agar Fahri tidak meninggalkannya. ”Saya kira, bapak tahu bahwa anak itu bukan anak bapak,” kata bidan itu.
Ternyata, anak kedua yang ”dilahirkan” Aisha, juga bukan anak Fahri. Sukses menipu dengan anak pertama, Aisha kembali menipu Fahri untuk kedua kalinya! Uang arisan dan macam-macam permintaan Aisha kepadanya, diduga dikirimkan kepada orang tua anak itu dan sebagai imbalan setelah anaknya diambil Aisha.
Hebatnya, selama dua kali pura-pura hamil itu, diam-diam Aisha mengganjal perutnya dengan bantal! Itu juga yang dilakukan saat menipu suaminya pada kelahiran pertama. Pantas ia mengelak saat istri saya mau mengelus perutnya, lazimnya wanita hamil.
Pertanyaan yang menggelitik, kenapa Fahri bisa tidak tahu kehamilan istrinya palsu? Apakah mereka tidak berhubungan sebagai suami istri? ”Kami tetap berhubungan saat ia masih hamil muda. Tapi, setelah itu, istri saya seperti sengaja menciptakan konflik sehingga kami tidak jadi berhubungan,” cerita Fahri.
Ada saja yang dipersoalkan. Mulai dari uang belanja, sampai ke soal pekerjaan Fahri yang menyita waktunya. Belakangan, Fahri baru menyadari, istrinya sengaja menjaga jarak agar mereka tidak berhubungan sebagai suami istri, agar kedoknya tidak terbongkar.

Setelah kebohongan istrinya selama ini terungkap, Fahri marah besar. Sampai hati istrinya sendiri menipunya punya anak dua kali. Pertengkaran pun tak terlelakkan. Saking geramnya, Fahri melaporkan istrinya ke polisi dengan tuduhan penipuan. Aisha masuk penjara. Dengan berbagai rayuan, Aisha memohon-mohon agar dibebaskan dari tahanan. Ia dan keluarganya minta penangguhan penahanan.
Selain kasihan dan permintaan keluarga Aisha, akhirnya Fahri mencabut laporannya ke polisi. Ia berharap, masalahnya selesai dan Aisha tidak lagi mengganggunya. Namun, apa yang terjadi? Aisha melaporkan Fahri kemana-mana. Ia melaporkan Fahri menyia-nyiakannya kepada bosnya di kantor. Tidak itu saja. Aisha juga melapor ke Lembaga Swadaya Masyarakat dan ke Komnas Perempuan, seolah-olah ia wanita yang teraniaya.
Setelah semuanya terungkap, bidan yang menolong persalinan palsu Aisha, juga ketakutan lantaran Fahri mengancam akan melaporkan keterlibatanya ke polisi karena mengeluarkan akte kelahiran palsu. Karena saya Ketua RW, bidan itu juga melaporkan masalah tersebut kepada saya.
Ia meminta, agar saya membantu memberi pengertian kepada Fahri, agar jangan melibatkannya dalam kasus itu. ”Tapi, bagaimanapun secara hukum Anda salah, karena mengeluarkan akte kelahiran palsu,”kata saya.
Tak mau memperpanjang masalah, Fahri akhirnya mencabut laporan ke polisi. Aisha tetap berusaha merongrong dan mengganggu ketenangan Fahri. Ia akhirnya menceraikan istrinya yang tega menipunya selama empat tahun pernikahan mereka.
Dalam sidang, Fahri membeberkan semua kelakuan istrinya. Bagaimana dengan anak mereka? Lantaran terlanjur sayang, Fahri meminta kepada hakim agar anak itu diasuhnya sebagai anaknya sendiri, meski ia tahu, anak itu bukan darah dagingnya. Namun, karena usianya baru dua tahun lebih, hakim menyerahkan anak itu dibawah
asuhan Aisha, sampai berusia 18 tahun.
Setelah beberapa kali sidang, hakim memutuskan perceraian mereka. Namun, Fahri masih khawatir, mantan istrinya masih mengganggunya. Ia sempat mengajukan minta pindah tugas ke kota lain. ”Mata hati saya baru terbuka, setelah saya ikut ESQ dan rasanya saat ini saya menjadi lebih tenang,”katanya, setelah bertahun-tahun dibohongi istrinya. Tidak hanya soal dua anak, ternyata istrinya juga berbohong soal pembayaran cicilan uang muka rumah mereka, serta berbagai biaya yang dimintanya selama ini.
Setahun kemudian, Fahri menemukan gadis tambatan hatinya. Mereka kemudian menikah, dan kini dikaruniai seorang bayi perempuan. Bagaimana tanggapan istrinya soal kisah istri pertamanya? ”Dia bilang, kok bisa ya ada wanita yang berbohong dan merekayasa menipu suaminya,” kata Fahri, mengutip istrinya. Kini, Fahri memetik hikmah dari peristiwa pahit selama empat tahun perkawinannya. ”Mudah-mudahan, kisah saya ini tidak terulang pada orang lain,”katanya. Bagaimana tanggapan Anda? ***
Read More..

Minggu, 13 Juli 2008

Selamat Ulang Tahun, Isteriku...


Minggu, 13 Juli 2008, aku benar-benar ngerasain jadi ibu rumah tangga. Sehari sebelumnya, isteri tersayangku, Devi Yanti Nur, genap

berusia 31 Tahun. Ia lahir 12 Juli 1977. Tak ada perayaan bak seorang artis, dan konglomerat. Kita sekeluarga hanya keliling kota,

makan bareng di Mc Donald, maen di Time Zone Bintan 21, liat pasar malam, pulang dan ....
Dua anak kami, Audrey dan farel, memberi hadiah kecupan mesra di pipi kanan, kiri dan kening isteriku. Tak lupa, hasil buah cinta

kami ini ngucapkan Met Ultha buat ibu. ''Bu, slamat ulang tahun ya, moga tambah sayang ama kita. Audrey janji tak nakal,''kata sang

kakak, Audrey Azdilla, nyampaiin ucapannya pada ibu tersayang.
Selanjutnya, giliran aku beri selamat. Ya,... ucapan tersebut tak bisa kuucapkan karena ... (lupa alasannya). dalam hati, aku berjanji,

akan terus sayang ama isteriku. Bagiku, ia adalah isteri yang bisa diajak susah, bisa ngurus rumah tangga, bisa yakinkan aku menatap

kehidupan, dan banyak lagi. Jika disebutkan satu persatu, wah.. banyak sekali.
Ultha kali ini, kuakui tak ada kado special kuberikan. Isteriku pun memaklumi hal ini. Ia tak ngotot minta dibelikan hadiah. ''Tak apa,

ayah. Kita khan tengah membangun,''ujar isteriku, saat kedua anak kami tengah terlelap.
Lantas, aku pun beranjak dari tempat duduk. Aku mengajak isteriku ke dapur. Di sana, kami melihat kayu-kayu berjejer. Di bagian

atas, kami lihat besi ulir menghiasi. Belum dilakukan pengecoran karena Pak tukang belum siap mengerjakan. ''Ini hadiah paling

istimewa buatku, Yah. Tak penting kado asal dapur kita selesai dibangun,''katanya, manja.
Ucapan ini seakan membangkitkan semangatku untuk cepat merampungkan pembangunan. Maklum, sebagai karyawan biasa, tingkat

pendapatanku hanya lebih dari cukup saja. Tapi, dalam hati, aku optimis, pembangunan dapur kami akan rampung. Segala upaya,

daya dan usaha akan ku lakukan. Hadiah ini akan kupersembahkan buat isteri tersayangku.
Keesokan harinya, Minggu 13 Juli 2008, waktu menunjukkan pukul 05.00. Aku sengaja bangun pagi untuk memberikan kejutan buat

isteriku. Sebagai suami yang sehari-hari hanya terima bersih pelayanan rumah tangga, aku ingin pula merasakan bagaimana rasanya

jadi seorang ibu rumah tangga, yang suka rela menyiapkan makanan, mencuci pakaian, membersihkan rumah dan pekarangan, dan

menyiapkan kebutuhan anak kami.
Aktifitas pertama kulakukan adalah masak nasi. Meski menggunakan Rice Cooker, tetap saja aku kikuk. Takaran airnya tak bisa ku

tebak. Jika tak pas, aku berpikir nasi tak enak. Beruntung aku masih ingat petunjuk orang tuaku saat aku belum bekeluarga duku. ''Jika

mau masak nasi, airnya setengah telunjuk,''pesan ibuku yang saat ini tinggal di Pekanbaru. Aku pun akhirnya melakukan petunjuk

tersebut.
Disela-sela masak nasi, aku kemudian mencuci pakaian. Wah, tumpukannya banyak sekali. Maklum, isteriku mencuci tak setiap hari.

Dia mencuci 2 hari sekali. Belum lagi aroma pakaian kotornya, yang didominasi pakaian anak-anakku. Kalo pakaian Alel ngak masalah,

tapi pakaian kak Aurey aromanya luar biasa. Maklum, ia suka ngompol.
Ku masukkan pakaian tersebut dalam mesin cuci. Ku tuang air dan masukkan Rinso. Mesin cuci pun bergerak.
Seterusnya, ku tinggalkan mesin cuci yang tengah bekerja. Perhatianku kemudian tertuju ruangan dan pekarangan. KU ambil sapu

dan mulai membersihkan.
Sekitar pukul 09.15, tiga pekerjaan tadi selesai. Badanku, capek sekali. Isteriku tersenyum-senyum. ''Gimana rasanya, enak tak jadi

ibu rumah tangga. Itu yang kita lakukan tiap hari,''sindirnya, saat aku tergolek lemas di kursi tamu. Kami pun tertawa bersama, diiringi

kehadiran buah hati kami, pertanda minta dibuatkan susu kegemarannya.
''Selamat Ulang tahun, ya bu. Ayah akan terus sayang, cinta dan perhatikan kalian,''katanya, dalam hati. (***)

//keterangan foto

Isteriku, Devi Yanti Nur dan kedua anak kami, Audrey dan Farel di depan rumah kami, Perumahan Griya Permata Indah Blok C Nomor 2, Jalan Harmoko Batu 7 Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau.
Read More..