Senin, 15 September 2008

50 Persen Caleg Bintan asal Tanjungpinang

TANJUNGPINANG (BP)- KPU Kabupaten Bintan mengklaim sekitar 50 persen calon legislatif Bintan berasal dari luar, seperti warga Tanjungpinang, Batam dan sebagainya. Uniknya, sebagian besar dipercaya partai politik pengusung dinomor jadi.

‘’Kita ketahui dari hasil pemeriksaan berkas awal. Banyak calon legislatif berasal dari luar Bintan. Sekitar 50 persen ada,’’ ujar Anggota KPU Bintan, Wandra Fadillah, Minggu (14/9) kemarin.

Calon luar paling banyak lanjut Wandra adalah berasal dari Tanjungpinang. Bahkan, ada calon, yang sebelumnya menjabat Anggota DPRD Kota Tanjungpinang, pemilu 2009 memutuskan mengambil derah pemilihan (dapil) Bintan.

‘’KPU tak mempersoalkan, selagi berkas lengkap tetap diakomodir. Dimana yang bersangkutan mengambil daerah pemilihan, terserah mereka,’’ ujar Wandra, enggan menyebutkan identitas calon yang dimaksud.
Ketua Lembaga Advokasi Kebijakan Publik, Anton Hattawijaya secara terpisah mengaku aneh terhadap keputusan yang diambil calon. ‘’Seharusnya, mereka mencalonkan di daerah sendiri, mengapa ambil keputusan di daerah orang. Ada apa ini ?’’ ujar Anton.

Meski tak ada batasan dalam Undang-undang, lanjutnya yang bersangkutan harus melihat dari asas kelayakan dan kepatutan. Anton memastikan, tak mungkin dalam wilayah Bintan tak ada calon yang bias tampil kedepan menjadi ‘pahlawan’ aspirasi masyarakat.
Pemuda ini memastikan, banyak tokoh Biantan layak jadi. Mereka tentu merasa tak enak saja jika wakil mereka berasal dari luar Bintan. ‘’Kita harap, calon luar yang dapat nomor jadi dapil Bintan, mau berlapang dada. Berikan tokoh Bintan kesempatan jadi wakil rakyat di daerah mereka sendiri,’’ tuturnya.

Anton mengharapkan lapisan masyarakat Bintan jangan memahami kondisi ini. Berikan pilihan sesuai hati nurani jangan berlandaskan kepentingan sesaat.
‘’Saya berharap, pilihlah calon sendiri. Karena calon daerah sendiri punya ikatan emosional untuk memajukan daerah sendiri,’’ pungkasnya. (zek)

Read More..

Jumat, 05 September 2008

Komisaris BUMD Harus Tanggung Jawab


* Ketua DPRD Jangan Hanya Cari Sensasi

(keterangan foto jayak satria: Kantor BUMD Provinsi Kepri)

TANJUNGPINANG (BP) - Kamis (4/9) kemarin Dewan Komisaris PT Pembangunan Kepri yang merupakan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Kepri menggelar rapat dengan Dewan Direksi perusahaan milik Pemprov Kepri itu. Namun apa hasil rapat yang berlangsung di Kantor Gubernur Jalan Basuki Rachmat Tanjungpinang dari pukul 10.00 WIB hingga pukul 12.00 WIB tersebut belum dapat diketahui secara jelas.

Komisaris Utama, H M. Sani belum dapat dihubungi, sedangkan dua orang komisaris lainnya, yakni H Imam Sudradjad dan Nuraida Moekhsin tidak mau memberikan keterangan. ”Itu Pak Sani yang berwenang memberikan penjelasan hasil rapat. Yang jelas tiga orang Direksi hadir semuanya,” kata Nuraida, menjawab Batam Pos, usai rapat.


Hal sama dikatakan Imam Sudradjad. ”Saya tidak bisa memberikan keterangan tentang hasil rapat ini. Tanya saja kepada yang lain, tapi semua kok hadir, baik dari pihak komisaris maupun direksi, yakni Reviansyah, Direktur Utama, Cahyo Satrio dan Rivan, masing-masing sebagai Direktur Keuangan dan Direktur Operasi,” jelas Imam.


Ketua Komisi II DPRD Provinsi Kepri, Andi Anhar Chalid mengaku, sudah mendengar adanya rapat antara Dewan Komisaris dan Dewan Direksi PT Pembangunan Kepri itu. Terkait buruknya kenerja direksi Andi mengatakan, pihak komisaris harus bertanggung jawab. Karena selama ini, komisaris terkesan melindungi para direksi, melalui rapat rutin yang digelar dengan para direksi setiap bulannya.


Jika benar rapat rutin dilakukan secara efektif dan sungguh-sungguh, tidak mungkin kenerja PT Pembangunan Kepri separah ini. Seperti tidak terjadinya komunikasi antara Direktur Utama dengan pada kepala devisi. Dalam manajemen, komunikasi justru menentukan berhasil tidaknya seorang manejer.


Kalangan DPRD Kepri, menurut dia, sebenarnya sudah lama jengkel dengan kinerja manajemen PT Pembangunan Kepri. Karena dari modal awal Rp10 miliar, pihak Direksi menyanggupi memberikan pemasukan (keuntungan) sebesar Rp3 miliar kepada Pendapatan Asli Daerah (PAD).


”Jadi modal awal BUMD itu Rp10 milar. Setelah ditagih dalam hearing (rapat kerja) dengan Panitia Anggaran (Panggar) DPRD, pihak Direksi minta dikurangi target itu menjadi Rp1,7 M. Angka Rp1,7 miliar itupun tidak pernah terealisasi, sehingga sumbangan PT Pembangunan Kepri ke PAD masih nol rupiah,” ujarnya.


Andi mengaku, belum tahu isi rapat antara Direksi dengan komisaris itu. Namun erat kaitnya dengan pencalonan Revi sebagai anggota DPR-RI dari salah satu partai politik. ”Saya cuma digambarkan Reviansyah berjanji akan mengajukan surat pengunduran diri sebelum 9 September 2008 ini. Itupun katanya atas desakan dewan komisaris,” ujar Andi.


Sementara itu, Ketua Umum GM BP3KR Provinsi Kepri, Basyaruddin Idris menilai keputusan Ketua DPRD Kepri, Nur Syafriadi secara berani membeberkan ada sekitar 10 proyek di Batam yang diduga berkasus, tak ubah sikap cari sensasi saja. Jika tak cari sensasi, katanya, mengapa pengungkapan temuan beberapa oknum dewan main proyek hingga kini terkesan didiamkan oleh unsur pimpinan dewan itu sendiri. ”Mana sikap Ketua DPRD Kepri mengusut oknum dewan main proyek,’’ kata Basyaruddin Idris, kemarin.


Selain itu, Basyaruddin mengatakan, Nur Syafriadi memastikan banyak pengerjaan proyek APBD yang dilakukan Pemprov Kepri berkasus. ”Idealnya, Nur juga harus berani pula menyebutkan pengerjaan mana saja yang berkasus itu. Jangan hanya menyebut jumlah tanpa ada nama proyek,” bebernya.


Selain memberi reaksi terkait sikap Ketua DPRD Kepri, perhatian Basyaruddin juga tertuju kinerja jajaran Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Kepri. Terlebih, terkait pencalonan Dirut BUMD, Reviansyah, menjadi bacaleg. ”GM BP3KR nilai Dirut BUMD tak serius menjalankan amanah tugas. Yang bersangkutan harus memahami, operasional BUMD serta gaji yang bersangkutan bersumber APBD Kepri. Laksanakan dengan penuh tanggung jawab,’’ ujarnya.


Komisaris PT Pembangunan Kepri H Imam Sudradjad, sebelumnya mengatakan manajemen BUMD tidak berjalan, karena tidak ada kecocokan antara Dirut dengan para devisi yang ada, sehingga mengganggu semua program BUMD yang sudah ada. Selain tidak mampu memimpin, ketidakcocokan antara Dirut dengan para kepala divisi ini menimbulkan kecemburuan sosial. Karena sesungguhnya para kepala devisi yang jumlahnya 7 orang adalah sama-sama melamar menjadi direksi dan masuk 10 besar pada tahapan tes fit and proper test.


Akhirnya 10 orang itu diterima beberja pada PT Pembangunan Kepri. Cuma dari 10 orang itu, tiga masuk dalam Direksi, yakni satu orang pada posisi Dirut, dua orang lagi masing-masing penduduki jabatan Direktur Operasional dan Direktur Keuangan. Sedangkan sisanya tujuh orang ditempatkan sebagai kepada divisi.


Beda kedudukan tentu beda pendapatan. Sekadar diketahui gaji Dirut BUMD mencapai Rp25 juta per bulan plus rumah kontraran, mobil dinas, uang perjalanan dinas. Sedangkan direktur lainnya hanya mendapat gaji antara Rp10 juta hingga Rp17 juta per bulan, dan para kepala divisi antara seberar Rp7,5 juta per bulan. (zekma/Aji)

Read More..