Minggu, 30 November 2008

Raja Ali Haji dan Engku Putri, Menginspirasi Kemajuan Negeri

Kebesaran nama Raja Ali Haji mampu membangkitkan khazanah budaya melayu khususnya di Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepri. Salah satu perangko berlatar gambar Raja Ali Haji yang baru diluncurkan. (gambar diambil oleh Cipi Ckandina, fotografer Batam Pos)

(Zekma Albert-Tanjungpinang)

Raja Ali Haji (1808) meninggalkan hasil karya tak ternilai. Pada masa kejayaannya abad ke-19, masa kejayaan Riau-Lingga, Raja Ali Haji mewariskan kitab-kitab Tuhfat al-Nafis, Silsilah melayu dan Bugis, Gurindam 12, Syair Abdul Muluk, Syair Suluh Pegawai, Kitab Pengetahuan Bahasa dan banyak hasil karya lainnya. Ia pun dinobatkan sebagai pahlawan nasional sekaligus tokoh penting di bidang sejarah, bahasa, satra dan agama Islam.

Sejumlah peneliti, penulis dan ilmuan luar dan dalam negeri, akhirnya menyimpulkan karya Raja Ali Haji memuat gagasan pengembalian kejayaan melayu, di samping sebagai bagian dari kegelisahan zamannya atas keadaan di bawah tekanan kolonial, pada zamannya.

Banyaknya peninggalan yang diwariskan Raja Ali Haji, kemudian melambungkan nama Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepri, sebagai salah satu kota kaya peninggalan sejarah. Makam Raja Ali Haji yang terletak di Pulau Penyengat, mampu mengundang daya tarik wisatawan lokal dan luar, untuk menyinggahinya. Di Pulau Penyengat ini pula, hingga kini ditemui lokasi bekas masa kejayaan berikut tokoh bersejarah lainnya, seperti Masjid Penyengat, gedung tabib Raja Haji Daud, Makam Engku Puteri, dan beberapa mkam lainnya.

Selain itu, ada pula bekas istana Marhum kntor yang Dipertuan Muda Riau VIII, lokasi kubu-kubu dan benteng, bukit bahjah kediaman Raja Ali Kelana, komplek rumah keluarga Raja Ali Haji, dan banyak bekas peninggalan bersejarah lainnya.

Harimurti Kridalaksana, dari Universitas Indonesia, saat menjadi pembicara seminar Tamaddun Melayu Dunia Melayu Dunia Islam, sempena 200 tahun Raja Ali Haji yang dipusatkan di Pulau Penyengat Tanjungpinang, Sabtu (29/11) menyimpulkan Raja Ali Haji adalah ahli bahasa yang piawai selain sastrawan kreatif dan penulis sejarah.

Mengenang Raja Ali Haji, lanjutnya salah satu ingatan tertuju warisan kamus bahasa arab yang sususannya tak seperti kamus-kamus modern yang berdasarkan urutan abjad. Dalam tradisi Arab, kitab pengetahuan bahasa Raja Ali Haji, kata kepala disusun berdasarkan panjang pendeknya sebuah kata tidak berurutan abjad.

Raja Ali haji bukan hanya melihat aspek-aspek tekhnis bahasa Arab yang dapat atau tak dapat diterapkan dalam bahasa Melayu, tetapi juga semangat dan perasaan nasionalisme, bahwa apa yang ada dalam Bahasa Arab, pasti ada dalam bahasa Melayu. ''Jadi, pantas dan layak kalau Raja Ali Haji diangkat menjadi pahlawan nasional karena prestasinya dan semangat nasionalisme seperti ini,''ujar Harimurti Kridalaksana.

Gubernur Kepri, Ismeth Abdullah berpesan, generasi muda Kepri harus mampu melahirkan kreasi dan hasil karya yang positif. Peran generasi muda saat ini katanya sangat menentukan masa depan dan kemajuan daerah. Jangan pernah terperdaya oleh hasutan dan tradisi yang menyesatkan. Generasi muda harus selalu berpedoman pada kepahlawaan Raja Ali Haji, yang banyak meninggalkan warisan sejarah budaya melayu.

''Kepahlawanan Raja Ali Haji harus harus jadi inspirasi kemajuan negeri. Generasi muda harus banyak melahirkan karya nyata sesuai bidang keahlian masing-masing,''pesan Gubkepri, Ismeth Abdullah.

Seminar Tamaddun Melayu Dunia Melayu Dunia Islam (DMDI) sendiri, dihadiri Gubernur Kepri, Ismeth Abdullah, Wakil Gubernur Kepri, M Sani, Ketua DPRD Kepri, Nur Syafriadi, Kepala Kejaksaan Tinggi Kepri, M Jusuf, Wali kota Tanjungpinang Suryatati A Manan, kalangan akademisi, tokoh masyarakat, tokoh adat, aktifis, dan birokrat. Selain menghadirkan Harimurti Kridalaksana dari Jakarta, seminar melayu ini juga menghadirkan pembicara Rida K Liamsi dan Abdul Malik dari Kepri, Abu Hasan Sham dan Latif Abu Bakar dari Malaysia, serta Yan Van Der Putten dari Singapura.

Pembicara Rida K Liamsi yang juga CEO Riau Pos Group membawakan topik Engku Putri, Perempuan yang Melawan dengan Seribu Kata. Rida mengatakan sosok Engku Putri (anak Raja Haji Fisabilillah) dalam upaya mempertahankan regelia Kerajaan Riau Lingga, diharapkan mampu menjadi inspirasi generasi muda saat ini. Kepahlawanan yang dilakukan Engku Putri katanya bukan hanya ditandai dengan perjuangan melawan penjajahan dan penindasan dengan bedil dan meriam. Bukan hanya persimbahan darah dengan kematian yang mengerikan. Tetapi juga perlawanan dengan budaya, perjuangan dengan kata-kata, dengan ketegaran hati dan sikap tidak menyerah dalam mempertahankan kedaulatan dan harkat negeri.

Perjuangan yang dilakukan Engku Putri, adalah perlawanan terhadap penjajahan dan penindasan yang ingin merampas kedaulatan Riau-Lingga melalui perampadan terhadap simbol kedaulatan kerajaan Riau-Lingga. Perlawanan menentang sikap zalim dan kejam para penjajah dalam menindas dan merendahkan harkat dan martabat suatu negeri, sebuah bangsa yang bernama Melayu. Sebuah rumpun bangsa, sebuah negeri, sebuah tradisi yang ratusan tahun sudah tegak dan berperan membangun rantau di nusantara ini.

Engku Putri, lanjut Rida K Liamsi, tidak menembakkan meriam, tidak mengangkat kelewang, tidak seperti ayahandanya Raja Haji Fisabilillah. Tapi, beliau melawan dengan keteguhan hati, kekuatan jiwa. Beliau melakukan pemberontakan secara kultural terhadap kekuasaan asing yang ingin menghancurkan kebudayaan sebuah negeri. Perlawanan budaya ini katanya juga pernah dilakukan tahun 1902 dan 1903, ketika Sultan Abdurrahman Muazzamsyah (1885-1911) memerintahkan agar bendera kolonial Belanda tidak dipasang di kapal kebesarannya. Dan, beliau juga pernah memerintahkan pembesarnya agar memasang bendera kerajaan Riau-Lingga di atas bendera Belanda di Pulau Penyengat.

Peristiwa ini akhirnya menimbulkan kemarahan residen Belanda, kala itu. Dan, menuduh Sultan Abdurrahman Muazzamsyah telah membangkang dan memberontak. Sebuah pemberontakan kultural yang jauh lebih tajam dan keras dampaknya dari pada perlawanan bersejarah.

''Kebesaran melayu itu, jauh sebelum kita hadir. Kebesaran melayu ini harus kita pertahankan. Dan, kebesaran melayu harus menjadi inspirasi untuk mempertahankan jati diri negeri,''kata Rida K Liamsi. (***) Read More..

Minggu, 23 November 2008

Kota Sejarah Itu Bernama Tanjungpinang


Monumen Gurindam 12 di lokasi pusat jajanan Ocean Corner Tepi Laut Tanjungpinang. Gambar diambil oleh Cipi Ckandina, Fotografer profesional Batam Pos, koran masyarakat Provinsi Kepri...



Kebesaran nama Tanjungpinang sebagai kota kaya menyimpan peninggalan sejarah telah terjadi jauh sebelum Provinsi Kepri terwujud. Ketersohoran kota berjulukan Gurindam ini mampu mengundang daya tarik wisatawan mancanegara mau pun wisatawan lokal, untuk menyinggahi. Sangat beralasan pula, jika ada orang luar berkunjung ke wilayah Provinsi Kepri bergumam tak afdal jika tak menyinggahi Kota sejarah Tanjungpinang.
Peninggalan sejarah Tanjungpinang tidak terlepas masa kejayaan Kerajaan Melayu Johor-Riau zaman dulu. Masa kejayaan pun semakin melaju saat Sultan Abdul Jalil Syah berkuasa. Kebijakan pemerintahan beliau, paling dikenang antara lain membuka Bandar perdagangan yang terletak di Pulau Bintan, tepatnya di Sungai Carang, Hulu Sungai Riau (lokasi batu 8 atas arah Tanjunguban-red).
Pembukaan bandar perdagangan ini kemudian menjadikan Kerajaan Melayu Johor-Riau menjadi besar. Kapal-kapal kerajaan lain pun kemudian singgah. Akhirnya, Tanjungpinang saat itu menjadi pintu masuk ke Sungai Bintan.
Masa kejayaan kerajaan Melayu-Riau ini, kemudian memberikan kontribusi pada pengembangan Kota Tanjungpinang, setelah Indonesia merdeka. Peninggalan sejarah yang ditinggalkan masa kejayaan Melayu-Riau dijadikan aset berharga pemerintah Kota Tanjungpinang.
Berpijak pengalaman sejarah inilah, akhirnya orang mengenal, Kota Tanjungpinang kaya peninggalan sejarah. Beberapa tahun belakangan, Pemerintah Kota Tanjungpinang yang dinakhodai Wali kota Suryatati A Manan menggencarkan promosi peninggalan sejarah ini melalui sebuah situs bernama www.visittanjungpinang.com. Situs ini mengemas secara lengkap dan deteil peninggalan sejarah yang masih ada hingga kini, seperti komplek Istana Kantor. Komplek ini juga dikenal dengan sebutan Istana Raja Ali dan dibangun sekitar tahun 1844. Pada zamannya, selain sebagai kediaman juga sebagai kantor. Komplek istana ini berukuran 110 meter persegi, dikelilingi oleh tembok. Keagungan gedung ini masih dapat terlihat seperti kamar mandi putri yang unik, teras, gerbang dan menara.
Menurut Kepala Dinas Pariwisata Kota Tanjungpinang, Wan Kamar, kehadiran situs ini bertujuan memudahkan wisatawan untuk mengetahui peningggalan sejarah apa saja yang ada di Kota Tanjungpinang. Kendati promosi telah sering dilakukan, baik di dalam mau pun luar negeri, kehadiran situs ikut pula memberikan kontribusi langsung upaya mempromosikan peninggalan sejarah yang dimiliki Kota Tanjungpinang.
''Kita patut bersyukur, kehadiran situs ikut memberikan kontribusi peningkatan jumlah wisatawan berkunjung ke Tanjungpinang. Bahkan, ada wisatawan mancanegara mengaku langsung ke saya, ia tertarik menyinggahi Tanjungpinang karena kaya peninggalan sejarah, yang termuat dalam situs kepariwisataan kota Tanjungpinang,''tutur Wan Kamar, kemarin.
Peninggalan sejarah lain tak kalah menarik, yang telah di promosikan melalui situs mau pun promosi lainnya, lanjut Wan Kamar juga ada Masjid Raya Sultan Riau, Komplek Makam Daeng Marewah, Gedung Mesiu, Benteng Pertahanan Bukit Kursi, Komplek Makam Raja Jakfar, Kawasan Pecinaan Senggarang, Kota Lama, Komplek makam Engku Putri, Komplek Makam Daeng Celak, dan sebagainya.
Masjid Raya Sultan Riau, terletak di Pulau Penyengat. Mesjid ini di bangun pada 1 Syawal 1245 H atau tahun 1832 M. Dibangun atas inisiatif dari Yang dipertuan muda ke-7 Raja Abdurrahman. Mesjid ini memiliki panjang 19,8 meter dan lebar 18 meter, serta memiliki arsitektur yang khas, diantaranya terdapat 4 buah tiang penyangga di dalamnya, juga terdapat 4 buah menara di setiap sisinya dan 13 buah kubah, sehingga jika di jumlahkan menara dan kubahnya berjumlah 17, sesuai dengan jumlah rakaat sholat sehari semalam bagi umat islam.keunikan lain dari masjid ini adalah digunakannya putih telur sebagai campuran bahan bangunannya. Di dalam mesjid ini terdapat sebuah kitab suci Al-Quran yang di tulis tangan.
Komplek Makam Daeng Marewah, terletak di lokasi Hulu Riau. Daeng Marewah merupakan Yang Dipertuan muda I kerajaan Riau-Lingga-Johor dan Pahang. Pada masa pemerintahan Sultan Sulaiman, terjadi perebutan tahta oleh pihak raja kecil dari Siak. Pihak Sultan Sulaiman meminta bantuan pihak-pihak bugis. Peperangan itu akhirnya dimenangkan pihak Sultan Sulaiman. Dan, atas balas jasa, maka diberikanlah jabatan Yang dipertuan Muda kepada Pihak Bugis. Di komplek makam Daeng Marewah ini juga terdapat makam Tun Abas. Beliau adalah Bendahara Sri Maharaja Kerajaan Riau-Johor. Dan dari garis keturunnya inilah sultan-sultan Johor berasal.
Gedung Mesiu, terletak di Pulau Penyengat. Gedung ini digunakan sebagai gudang tempat menyimpan obat bedil. seluruh bangunannya merupakan tembok beton berbentuk segi empat dengan atap berbentuk runcing. Benteng Pertahanan Bukit Kursi, terletak di Pulau Penyengat. Dibangun pada masa pemerintahan Raja Haji. Pada masa itu Raja Haji menjadikan pulau penyengat sebagai basis pertahanan. Benteng ini disebut sebagai benteng yang modern pada zamannya.Dari atas bukit ini kita dapat melihat pemandangan kota tanjungpinang yang indah. Komplek Makam Raja Jakfar, terletak di di Pulau Penyengat. Komplek ini adalah komplek makam yang baik diantara makam lainnya. Dilapisi dinding dengan pilar dan kubah kecil, disamping terdapat kolam tempat berwudhu untuk solat. Raja Jakfar adalah Yang Dipertuan Muda ke-6 Kerajaan Riau-Lingga. Pada masa pemerintahannya beliau menata dan Raja Jakfar memindahkan pusat kedudukan Yang dipertuan muda dari Hulu Riau ke Pulau Penyengat.
Peninggalan sejarah lainnya yang ada di Kota Tanjungpinang, adalah Kota Lama yang terletak di Hulu Riau. Kawasan Kota lama merupakan kawasan pertama kalinya dibangun bandar yang ramai yang kemudian dikenal dengan Bandar Riau. Pada masa lalu kawasan ini merupakan bandar perdagangan yang ramai yang bahkan menyaingi bandar Malaka. di kawasan ini masih terdapat reruntuhan istana kota lama.
Komplek makam Engku Putri, terletak Pulau Penyengat. Komplek makam Engku Putri Raja Hamidah, Engku Purti adalah Purti Raja Haji Fisabilillah, beliau merupakan Permasuri dari Sultan mahmud. Menurut sumber sejarah, pulau penyengat merupakan mas kawin dari sultan mahmud. Engku Putri merupakan wanita yang sangat berpengaruh di kerajaan riau – lingga. Karena beliau merupakan pemegang Regelia, atau alat – alat kebesaran penobatan sultan. Dalam komplek makam ini juga terdapat makam Raja Ali Haji. Merupakan tokoh budayawan dan negarawan di kerajaan riau. Dan merupakan pahlawan nasional di bidang Bahasa.
Masih kata Wan Kamar, pihaknya optimis, dengan adanya peninggalan sejarah di Kota Tanjungpinang, Pemerintah Kota optimis merealisasikan target Visit Tanjungpinang 2011 dengan target kunjungan sekitar 15 ribu wisatawan. ''Promosi telah gencar kita lakukan. Selain melalui situs kepariwisataan, juga melalui promosi langsung dan promosi dalam bentuk yang lain,''pungkasnya. (zekma) Read More..

Jumat, 07 November 2008

Obrolan sebelum Tidur bersama Anakku
















Anak bontotku sering bertanya padaku, kapan beli mobil. Aku jawab enteng, nanti setelah ayah banyak uang. Anakku bertanya lagi, kapan ayah banyak uang. Aku menjawab, jika Tuhan telah memberikannya. Anakku pun terus bertanya, Tuhan baik, ya yah. Aku menjawab, Tuhan selalu baik pada Umat-Nya, asal rajin shalat dan tak melawan ama orang tua. Anakku berkata, Alel tak pernah melawan ama ayah dan ibu, Alel terus shalat jika ayah shalat, kok belum dikasi juga mobilnya. Aku tersentak, lantas aku jawab ringan, Akan ayah usahakan, ya........ Read More..

Kamis, 06 November 2008

Indahnya, Negeriku....

Read More..