Rabu, 18 Juni 2008

Surat Permohonan Sudah Di Tangan Presiden

*Dalam Waktu Dekat Pengganti PP 63 Terbit
TANJUNGPINANG (BP)- Surat resmi permohonan pencabutan PP 63 Tahun 2003 yang menjadi dasar pungutan pajak atas otomotif, rokok, elektronik, dan minuman beralkohol (mikol/miras) di Batam, telah disampaikan utusan Dewan Kawasan (DK) FTZ BBK ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan ditembuskan ke Wakil Presiden Yusuf Kalla, Menteri Keuangan RI, Menteri Perekonomian RI, dan Kepala BKPN pusat, Jumat (13/6).
Dua orang tim yang diutus Ketua DK FTZ BBK, Ismeth Abdullah yang menyampaikan surat permohonan tersebut adalah Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kepri, Jon Arizal dan Kepala Badan Penanaman Investasi Daerah (BPID) Kepri, Mohammad Toufik.
''Surat permohonan pencabutan PP 63 telah kita sampaikan ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan ditembuskan ke Wakil Presiden Yusuf Kalla, Menteri Keuangan RI, Menteri Perekonomian RI, dan Kepala BKPN pusat,'' ujar Jon Arizal, kemarin (16/6).
Jon Arizal memastikan, dalam waktu dekat pusat mengeluarkan keputusan baru pengganti PP 63. Saat ini, pusat tengah mempersiapkan PP pengganti PP 63. Yang jelas, PP baru ini tak akan berbenturan dengan payung hukum FTZ BBK.
Didesak kapan jadwal pasti keputusan itu terbit, Jon Arizal mengaku belum mengetahui. Yang pasti katanya, pusat memberi respon positif mengganti PP 63. ''Dalam waktu dekat, Presiden melalui Menteri Keuangan akan memberi keputusan. PP 63 yang dicabut akan ada penggantinya,'' sebut Jon Arizal.
Jon menjelaskan FTZ mempunyai peran penting menarik Penanam Modal Asing (PMA) dan Penamam Modal Dalam Negeri. Karena didalam regulasinya, FTZ memberikan kemudahan proses perizinan dan juga penyediaan lokasi pergudangan.
Pergudangan yang dimaksud adalah lokasi yang berstandar internasional dan telah memenuhi studi kelayakan. Pejabat ini berharap, realisasi FTZ BBK segera dilaksanakan. Persiapan maksimal secara berangsur telah dilakukan DK FTZ.
Seperti diketahui, Payung hukum penerapan FTZ BBK mengacu 3 keputusan Presiden (kepres) yakni Kepres Nomor 9 Tahun 2008 tentang Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, Kepres Nomor 10 Tahun 2008 tentang Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Bintan, dan Kepres Nomor 11 Tahun 2008 tentang Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Karimun.
Dalam ketetapan presiden, aktivitas sehari-hari BPK harus berkoordinasi dengan DK FTZ. Dewan Kawasan-lah kemudian akan melakukan koordinasi ke pusat melalui Dewan Kawasan Nasional. Dewan Kawasan Nasional bertugas membantu presiden dalam penetapan kebijakan makro dan pembinaan kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas di Indonesia (FTZ), yang kemudian dijabarkan implementasinya di tingkat DK FTZ.
Secara nasional, kebijakan umum DK Nasional mengatur Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas. Kebijakan dikaitkan membuka lapangan kerja serta sekaligus mendorong pertumbuhan perekonomian secara nasional. (zek)

Tidak ada komentar: